Selasa, 01 Maret 2016

KULI DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Pendidikan, sampai saat ini menjadi hal yang paling ugent, ia juga dipandang sebagai investasi peradaban di masa depan. Hal tesebut menjadikan pendidikan sebagai hal yang harus sangat serius untuk dikelola. Orang memandang urgent pendidikan karena dengan pendidikanlah mereka hidup, dengan pendidikan mereka  maju, dengan pendidikan mereka ada, dan dengan pendidikan juga mereka bisa menunjukan dan meningktakan status sosial  dimata masyarakat. Namun nampaknya anggapan penting dalam bidang pendidikan hanya sebatas “penting-pentingan”.  Hal tersebut karena pada kenyataannya rasa penting terhadap pendidikan tidak diwujudkan dengan baik.
Pendidikan yang baik memerlukan sebuah proses yang baik pula. Proses yang baik dapat terukur dan tertata secara sistematis dan terpadu. Terukur dan terarahnya proses pendidikan dapat dilihat dari berbagai macam sisi,diantarannya adalah sisi pelaksanaan proses pendidikan dan sisi pengelola pendidikan itu sendiri.
Sebuah proses pendidikan  penting karena dalam pendidikan terjadi berbagai macam proses transformasi. Transformasi yang paling menonjol dalam proses pendidikan adalah transformasi pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Ketiga hal tersebut sejatinnya merupakan inti dari adannya pendidikan. Hal tersebut pula yang harus dikembangkan melalui proses pendidikan. Agar kedepanya mereka yang mengenyam pendidikan bisa menjalani kehidupan dengan baik.
Sedangkan untuk pengelola pendidikan haruslah dari kalangan yag membang berkompeten dalam pengelolaan berbagai bidang pendidikan. Hal tersebut karena dengan kompetensi yang memadai maka mereka dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Dapat kita bayangkan trentunya, jika pengelolaan pendidikan dilakukan oleh orang yang tidak kompeten. Hasil pendidikan pun tak akan berkompeten. Dengan demikian,dengan adanya tenaga yang kompeten dalam bidang pengelolaan pendidikan, maka pengelolaan pendidikan dapat menjadi mudah dalam menginteraksi dan melaksanakan proses pendidikan.
 Tetapi nampaknnya pendidikan di negara kita ini belum berproses secara baik, rapi dan teratur seperti yang kita harapkan. Hal itu  terjadi karena belum ada pendudukan orang yang tepat dalam usaha pengelolaan pendidikan yang ada. Sehingga ya seperti saat ini keadaan pendidikan kita. Di satu sisi ada sekolah yang bergelimapangan fasilitas, disisi lain ada sekolah yang “miskin” fasilitas. Kalau seperti ini lalu siapa yang salah? Apakah pemerintah? Mengapa bisa salah? Hal tersebut tentunya terngingang dalam pikiran kita, saat kita mengetahui kondisi pendidikan yang ada di negeri kita tercinta ini.
Selama ini Pengarturan dan pengelolaan pendidikan di indonesia kebanyakan dan hampir kesemuannya dilakukan oleh orang –orang yang fungsi awalnnya adalah menjadi seorang tenaga pendidik, bukan orang yang memang berkompetensi sebagai pengelola pendidikan. Dimana dalam pendidikan formal sering disebut dengan istilah guru. Jika dilihat dari lartar belakang pendidikannya yang selama ini mereka jalani, mereka belajar untuk menjadi seorang pendidik dan  pembentuk siswa atau mahasiswa yang baik. Hal tersebut tentunya menjadi sangat rancu jika tiba- tiba mereka dijadikan sebagai seorang manajer dalam pendidikan. Mereka tidak memilii ketrampilan dalam hal itu, sehingga dalam pelaksanaan tugas pun akan tidak sebaik dengan orang yang memang dipersiapkan menjadi seorang meajer di dunia pendidikan.
Terlebih selama ini tugas seorang pedidik adalah mendidik, mereka dibebani oleh tugas dalam merencanakan pembelajaran di kelas hingga evaluasi di dalam kelas, dengan demikian, secara tidak langsung tugas mereka sangatlah bannyak. Masih lagi mereka harus menyusun rencana pembelajaran untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan  tugas pokok dan fungsi sebagai seorang pendidik. Tentunnya hal tersebut membuat confuse pendidik bukan? Penambahan tugas yang banyak, dengan gaji yang tidak jauh berbeda dengan gaji guru, tentunnya juga berdampoak pada sisi psikologi, dalam pelaksanaan tugasnnya.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis terhadap beberapa sekolah dan perguruan tinggi, penulis menemukan beberapa permasalahan dalam pengelolaan sekolah. Pertama adalah kebanyaan pihak yang menjabat sebagai kepala sekolah di tanah air, berlatar belakang seorang guru. Kedua, pengelola perpustakaan tidak semua ari kalangan tenaga perpustakaan atau ustakawan. Namun dari mereka ada yang berlatar belakang dari seorang tenaga TU dari sekolah dan guru dari sekolah yang bersangkutan. Ketiga seorang rektor latar belakangnnya adalah seorang dosen. Tiga hal tersebut,tentunya bukan menjadi hal yag sepele, namun jugan menjadi halyang perlu diperhatikan. Hal tersebut karena berhubungan langsung dengan proses pendidikan yang ada.
Jika mengacu pada peraturan yang berlaku, seorang guru ataupun dosen tidak dapat meninggalkan tugas dan fungsinnya secara sengaja tanpa disertai alasan yang tepat, toh sekarang ada peraturan  yang mengatur tentang guru dan dosen. Jika seorang guru yang diberi tambahan tugas menjadi kepala sekolah maka yang terjadi adalah kelas atau siswa yang seharusnya beliau ajar, menjadi sering tidak diajar. Hal tersebut bukan karena apa , hanya karena tugasnya sebagai kepala sekolah. Padahal kita ketahui bersama, bahwa tujuan seseorang menjadi guru adalah  untuk mendidik dan mengajar peseta didik yang ada di sekolah. Lalu bagaimana jika tugas dan taunggung jawabnya tersebut tidak dilaksanakan? Apakah mereka tidak menjadi sorang guru lagi?
Belum lagi dalam dunia pendidikan, semua pelaksanaan tugas sangat bersifat birokratif, dimana keterarturan dalam pelaksanaan tugas seakan menjadi hal yang sakral. Guru harus membuat rencana pembelajarn, demikian juga dengan dosen yang harus membuat rencana pembelajaran, yang berupa silabi. Setiap guru dan dosen  tentunnya tidak hanya diserahi tugas untuk satu kelas saja. Karena mereka harus memenuhi tuntutan jam yang diberikan kepda mereka. sementara jika mereka ditambah tugas menjadi pengelola sistem sekaligus satuan pendidikan, tentunnya tugas mereka sebagai seorang guru akan tercecer.
Ditambah saat ini yang duduk dalam lembaga kependidikan seperti dinas pendidikan, dan kementrian pendidikan bukan berasal dari orang–oang yang memang punya kompetensi dalam pengaturan dan pengelolaan bidang pendikdikan. Kalaupun ada  tentunnya hanya beberapa saja. Kebanyakan dari mereka bulkan berasal dari sarjana manajemen pendidikan, sehingga benarlah jika selama ini pengraturan sistem pendidikan selalu berubah – ubah, terutama dalam hal kurikulum pendidikan.
Sudah saatnya pengaturan dan pengelolaan pendidikan di indonesia dilakukan oleh orang yang memiliki kualifikasi sebagai pengatur dan ketrampilan manajerial dalam dunia pendidikan. Kepemilikan akan kualifikasi dan ketrampilan tersebut tentunya didapat dari pendidikan yang dilakukan olehcalon pengelola. Sehingga pengelolaan proses pendidikan dapat berjalan dengan baik dan tidak terjadi carut marut dalam pelaksanaan tugas.
Banyak dampak yang terjadi akibat adannya ketidaksesuaian tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab dalam pelaksanaan pengelolaan pendidikan. Dengan adannya dosen atau guru yang menjabat tugas menjadi kepala sekolah atau rektor,tentunnya beban meraka sangatlah berat. Mereka seakan memiliki dua  jiwa dalam  satu raga, dima jiwa yang satu menjadi pengatur dan penentu jiwa yang lainnya. Beratnya tugas yang mereka terima, membuat mereka seakan kurang sempat untuk berkeasi dan berinovasi. Kebanyakan dari mereka jika ada sekolah atau uiversitas yang maju atau lebih baik, yang meraka lakukan adalah kegiatan study banding.
Dalam kegiatan studuy banding yang mereka lakukan tentunya mendapatkan hasil tentang bagaimana sekolah yang didatangi untuk study banding tersebut bisa berhasil. Dalam pelaksanaan tentunya mereka mencontoh sekolah atau universitas yang  berhasil tersebut. Jika hal ini terjadi bukankah hal ini membuktikan kerendahan kreatifitas dan inovasi dari orang yang study banding? sehingga mereka membutuhkan contoh untuk melaksanakan tugas dan fungsi dengan baik.
Parahnya lagi banyak sekolah yang melakukan study banding, kemudian melakukan adopsi kegiatan yang ada di sekolah yang didatangi, yang selanjutnya mengaplikasikan dalam lembaga pendidikan yang mereka kelola. Pengaplikasian, terkadang tidak mengibah sama sekali dari apa yang sekolah lain lakukan. Kalupun ada, tentunya hanya sedikit saja. Hal tersebut tentunya membunuh daya reatif dalam persaingan memajukan lembaga pendidikan yang mereka kelola.
Kegiatan meniru, mencontoh dalam studi banding juga berpengaruh terhadap karakter dari siswa atau mahasiswa. Pengaruh secara langsung adalah pengaruh terhadap  karakter siswa dan mahasiswa yang biasannya tewujud dalam perilaku mencontek. Padahal nantinnya yang akan memegang tongkat estafet kemajuan bangsa adalah siswa dan mahasiswa yang sekarang ini sedang belajar. Jika sejak dini mereka tahu apa yang dilakukan oleh pengelola dalam pendidikan untuk memajukan pendidikan di lembagannya adalah dengan studi banding, maka kedepannya  jika mereka duduk sebagai pengelola negara, maka yang mereka lakukan adalah studi banding juga.Kalau hannya meniru dan mencontoh kreativitas dan inovasi dari orang lain, lalu buat apa mereka sekolah tinggi . itulah dampak dari penempatan orang yang tidak tepat atau bisa juga disebutsebagai kuli di bidang pendidikan.
Oleh karena itu, perlu adannya penempatan orang–orang khusus yang memang ditugaskan menjadi pengelola satuan dan sistem pendidikan. Orang-orang tersebut haruslah orang yang berkompeten dalam bidang pengelolaan  pendidikan.  Bukan hannya orang yang mau ditempatkan saja, namun juga orang yang terakreditasi. Sehingga dengan ditempatkannya orang–orang yang tepat, maka diharpkan sistem pendidikan dan pengelolaan di bidang pendidikan akan menjadi semakin baik, dan kedepannya pendidikan yang berjalan di indonesia tidak lagi diklola oleh orang–orang yang tidak tepat atau kuli dalam bidang pendidikan

Sudah saatnya pendidikan di indonesia melakukan pemisahan bagian antara orang yang bertugas menjadi pendidik dengan orang yang mengelola dan mengatur sistem pendidikan. Dengan kata lain profesionalisasi jabatan dalam pengelolaan pendidikan harus ditingkatkan, dengan demikian  maka akan tercipta kejelasan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab. Selain itu masing- masing akan menjadi lebih fokus terhadap tugasnnya. Ketika seorang sudah fokus, maka mereka akan memunculkan daya kreatif dan inovatif dalam pelaksanaan tugasnya. Tidak perlu lagi ada kegiatan study banding. Setiap sekolah yang memiliki pengelola khusus, akanmampu melaksanakan fungsinya dengan baik. Siswa dan mahasiswa un tidak perlu lagi tahu akan adanya kegiatan study banding, yang merupakan kegiatan pencontohan kemajuan sekolah lain. Dan kedepanya tidak ada lagi siswa yang mencontek. Sehingga tujuan pendidikan yang menjadikan siswa trampil dan berkepribadian akan dapat dicapai dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar