Pendidikan, sampai saat ini menjadi hal yang paling ugent, ia juga
dipandang sebagai investasi peradaban di masa depan. Hal tesebut menjadikan
pendidikan sebagai hal yang harus sangat serius untuk dikelola. Orang memandang
urgent pendidikan karena dengan pendidikanlah mereka hidup, dengan pendidikan
mereka maju, dengan pendidikan mereka
ada, dan dengan pendidikan juga mereka bisa menunjukan dan meningktakan status
sosial dimata masyarakat. Namun
nampaknya anggapan penting dalam bidang pendidikan hanya sebatas
“penting-pentingan”. Hal tersebut karena
pada kenyataannya rasa penting terhadap pendidikan tidak diwujudkan dengan
baik.
Pendidikan yang baik memerlukan sebuah proses yang baik pula. Proses
yang baik dapat terukur dan tertata secara sistematis dan terpadu. Terukur dan
terarahnya proses pendidikan dapat dilihat dari berbagai macam
sisi,diantarannya adalah sisi pelaksanaan proses pendidikan dan sisi pengelola
pendidikan itu sendiri.
Sebuah proses pendidikan
penting karena dalam pendidikan terjadi berbagai macam proses
transformasi. Transformasi yang paling menonjol dalam proses pendidikan adalah
transformasi pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Ketiga hal tersebut sejatinnya
merupakan inti dari adannya pendidikan. Hal tersebut pula yang harus
dikembangkan melalui proses pendidikan. Agar kedepanya mereka yang mengenyam
pendidikan bisa menjalani kehidupan dengan baik.
Sedangkan untuk pengelola pendidikan haruslah dari kalangan yag
membang berkompeten dalam pengelolaan berbagai bidang pendidikan. Hal tersebut
karena dengan kompetensi yang memadai maka mereka dapat menjalankan tugas dan
fungsinya dengan baik. Dapat kita bayangkan trentunya, jika pengelolaan
pendidikan dilakukan oleh orang yang tidak kompeten. Hasil pendidikan pun tak
akan berkompeten. Dengan demikian,dengan adanya tenaga yang kompeten dalam
bidang pengelolaan pendidikan, maka pengelolaan pendidikan dapat menjadi mudah
dalam menginteraksi dan melaksanakan proses pendidikan.
Tetapi nampaknnya pendidikan
di negara kita ini belum berproses secara baik, rapi dan teratur seperti yang
kita harapkan. Hal itu terjadi karena
belum ada pendudukan orang yang tepat dalam usaha pengelolaan pendidikan yang
ada. Sehingga ya seperti saat ini keadaan pendidikan kita. Di satu sisi ada
sekolah yang bergelimapangan fasilitas, disisi lain ada sekolah yang “miskin”
fasilitas. Kalau seperti ini lalu siapa yang salah? Apakah pemerintah? Mengapa
bisa salah? Hal tersebut tentunya terngingang dalam pikiran kita, saat kita
mengetahui kondisi pendidikan yang ada di negeri kita tercinta ini.
Selama ini Pengarturan dan pengelolaan pendidikan di indonesia
kebanyakan dan hampir kesemuannya dilakukan oleh orang –orang yang fungsi
awalnnya adalah menjadi seorang tenaga pendidik, bukan orang yang memang berkompetensi
sebagai pengelola pendidikan. Dimana dalam pendidikan formal sering disebut
dengan istilah guru. Jika dilihat dari lartar belakang pendidikannya yang
selama ini mereka jalani, mereka belajar untuk menjadi seorang pendidik dan pembentuk siswa atau mahasiswa yang baik. Hal
tersebut tentunya menjadi sangat rancu jika tiba- tiba mereka dijadikan sebagai
seorang manajer dalam pendidikan. Mereka tidak memilii ketrampilan dalam hal
itu, sehingga dalam pelaksanaan tugas pun akan tidak sebaik dengan orang yang
memang dipersiapkan menjadi seorang meajer di dunia pendidikan.
Terlebih selama ini tugas seorang pedidik adalah mendidik, mereka
dibebani oleh tugas dalam merencanakan pembelajaran di kelas hingga evaluasi di
dalam kelas, dengan demikian, secara tidak langsung tugas mereka sangatlah
bannyak. Masih lagi mereka harus menyusun rencana pembelajaran untuk dijadikan
pedoman dalam pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi sebagai seorang pendidik. Tentunnya hal tersebut membuat confuse pendidik
bukan? Penambahan tugas yang banyak, dengan gaji yang tidak jauh berbeda dengan
gaji guru, tentunnya juga berdampoak pada sisi psikologi, dalam pelaksanaan
tugasnnya.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis terhadap beberapa sekolah dan
perguruan tinggi, penulis menemukan beberapa permasalahan dalam pengelolaan
sekolah. Pertama adalah kebanyaan pihak yang menjabat sebagai kepala sekolah di
tanah air, berlatar belakang seorang guru. Kedua, pengelola perpustakaan tidak
semua ari kalangan tenaga perpustakaan atau ustakawan. Namun dari mereka ada
yang berlatar belakang dari seorang tenaga TU dari sekolah dan guru dari
sekolah yang bersangkutan. Ketiga seorang rektor latar belakangnnya adalah
seorang dosen. Tiga hal tersebut,tentunya bukan menjadi hal yag sepele, namun
jugan menjadi halyang perlu diperhatikan. Hal tersebut karena berhubungan
langsung dengan proses pendidikan yang ada.
Jika mengacu pada peraturan yang berlaku, seorang guru ataupun
dosen tidak dapat meninggalkan tugas dan fungsinnya secara sengaja tanpa
disertai alasan yang tepat, toh sekarang ada peraturan yang mengatur tentang guru dan dosen. Jika
seorang guru yang diberi tambahan tugas menjadi kepala sekolah maka yang
terjadi adalah kelas atau siswa yang seharusnya beliau ajar, menjadi sering
tidak diajar. Hal tersebut bukan karena apa , hanya karena tugasnya sebagai
kepala sekolah. Padahal kita ketahui bersama, bahwa tujuan seseorang menjadi
guru adalah untuk mendidik dan mengajar
peseta didik yang ada di sekolah. Lalu bagaimana jika tugas dan taunggung
jawabnya tersebut tidak dilaksanakan? Apakah mereka tidak menjadi sorang guru
lagi?
Belum lagi dalam dunia pendidikan, semua pelaksanaan tugas sangat
bersifat birokratif, dimana keterarturan dalam pelaksanaan tugas seakan menjadi
hal yang sakral. Guru harus membuat rencana pembelajarn, demikian juga dengan
dosen yang harus membuat rencana pembelajaran, yang berupa silabi. Setiap guru
dan dosen tentunnya tidak hanya diserahi
tugas untuk satu kelas saja. Karena mereka harus memenuhi tuntutan jam yang
diberikan kepda mereka. sementara jika mereka ditambah tugas menjadi pengelola
sistem sekaligus satuan pendidikan, tentunnya tugas mereka sebagai seorang guru
akan tercecer.
Ditambah saat ini yang duduk dalam lembaga kependidikan seperti
dinas pendidikan, dan kementrian pendidikan bukan berasal dari orang–oang yang
memang punya kompetensi dalam pengaturan dan pengelolaan bidang pendikdikan.
Kalaupun ada tentunnya hanya beberapa
saja. Kebanyakan dari mereka bulkan berasal dari sarjana manajemen pendidikan,
sehingga benarlah jika selama ini pengraturan sistem pendidikan selalu berubah
– ubah, terutama dalam hal kurikulum pendidikan.
Sudah saatnya pengaturan dan pengelolaan pendidikan di indonesia dilakukan
oleh orang yang memiliki kualifikasi sebagai pengatur dan ketrampilan
manajerial dalam dunia pendidikan. Kepemilikan akan kualifikasi dan ketrampilan
tersebut tentunya didapat dari pendidikan yang dilakukan olehcalon pengelola. Sehingga
pengelolaan proses pendidikan dapat berjalan dengan baik dan tidak terjadi
carut marut dalam pelaksanaan tugas.
Banyak dampak yang terjadi akibat adannya ketidaksesuaian tugas,
fungsi, wewenang dan tanggung jawab dalam pelaksanaan pengelolaan pendidikan. Dengan
adannya dosen atau guru yang menjabat tugas menjadi kepala sekolah atau
rektor,tentunnya beban meraka sangatlah berat. Mereka seakan memiliki dua jiwa dalam
satu raga, dima jiwa yang satu menjadi pengatur dan penentu jiwa yang
lainnya. Beratnya tugas yang mereka terima, membuat mereka seakan kurang sempat
untuk berkeasi dan berinovasi. Kebanyakan dari mereka jika ada sekolah atau
uiversitas yang maju atau lebih baik, yang meraka lakukan adalah kegiatan study
banding.
Dalam kegiatan studuy banding yang mereka lakukan tentunya
mendapatkan hasil tentang bagaimana sekolah yang didatangi untuk study banding
tersebut bisa berhasil. Dalam pelaksanaan tentunya mereka mencontoh sekolah
atau universitas yang berhasil tersebut.
Jika hal ini terjadi bukankah hal ini membuktikan kerendahan kreatifitas dan
inovasi dari orang yang study banding? sehingga mereka membutuhkan contoh untuk
melaksanakan tugas dan fungsi dengan baik.
Parahnya lagi banyak sekolah yang melakukan study banding, kemudian
melakukan adopsi kegiatan yang ada di sekolah yang didatangi, yang selanjutnya
mengaplikasikan dalam lembaga pendidikan yang mereka kelola. Pengaplikasian,
terkadang tidak mengibah sama sekali dari apa yang sekolah lain lakukan.
Kalupun ada, tentunya hanya sedikit saja. Hal tersebut tentunya membunuh daya
reatif dalam persaingan memajukan lembaga pendidikan yang mereka kelola.
Kegiatan meniru, mencontoh dalam studi banding juga berpengaruh
terhadap karakter dari siswa atau mahasiswa. Pengaruh secara langsung adalah
pengaruh terhadap karakter siswa dan
mahasiswa yang biasannya tewujud dalam perilaku mencontek. Padahal nantinnya
yang akan memegang tongkat estafet kemajuan bangsa adalah siswa dan mahasiswa
yang sekarang ini sedang belajar. Jika sejak dini mereka tahu apa yang
dilakukan oleh pengelola dalam pendidikan untuk memajukan pendidikan di
lembagannya adalah dengan studi banding, maka kedepannya jika mereka duduk sebagai pengelola negara,
maka yang mereka lakukan adalah studi banding juga.Kalau hannya meniru dan
mencontoh kreativitas dan inovasi dari orang lain, lalu buat apa mereka sekolah
tinggi . itulah dampak dari penempatan orang yang tidak tepat atau bisa juga
disebutsebagai kuli di bidang pendidikan.
Oleh karena itu, perlu adannya penempatan orang–orang khusus yang
memang ditugaskan menjadi pengelola satuan dan sistem pendidikan. Orang-orang
tersebut haruslah orang yang berkompeten dalam bidang pengelolaan pendidikan. Bukan hannya orang yang mau ditempatkan saja,
namun juga orang yang terakreditasi. Sehingga dengan ditempatkannya orang–orang
yang tepat, maka diharpkan sistem pendidikan dan pengelolaan di bidang
pendidikan akan menjadi semakin baik, dan kedepannya pendidikan yang berjalan
di indonesia tidak lagi diklola oleh orang–orang yang tidak tepat atau kuli
dalam bidang pendidikan
Sudah saatnya pendidikan di indonesia melakukan pemisahan bagian
antara orang yang bertugas menjadi pendidik dengan orang yang mengelola dan
mengatur sistem pendidikan. Dengan kata lain profesionalisasi jabatan dalam
pengelolaan pendidikan harus ditingkatkan, dengan demikian maka akan tercipta kejelasan dalam pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab. Selain itu masing- masing akan menjadi lebih fokus
terhadap tugasnnya. Ketika seorang sudah fokus, maka mereka akan memunculkan
daya kreatif dan inovatif dalam pelaksanaan tugasnya. Tidak perlu lagi ada
kegiatan study banding. Setiap sekolah yang memiliki pengelola khusus,
akanmampu melaksanakan fungsinya dengan baik. Siswa dan mahasiswa un tidak
perlu lagi tahu akan adanya kegiatan study banding, yang merupakan kegiatan
pencontohan kemajuan sekolah lain. Dan kedepanya tidak ada lagi siswa yang
mencontek. Sehingga tujuan pendidikan yang menjadikan siswa trampil dan
berkepribadian akan dapat dicapai dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar