Selasa, 01 Maret 2016

Kaki Lima dan Jalanan

Ketika kita berjalan-jalan di kota-kota besar, pemandangan yang palig banyak kita temui selain kemacetan adalah bayakanya pedagang kaki lima yang berjejer di bahu jalan. Keberadaan kaki lima yang seperti itu sering kali menggangu pengguna jalan.
Ada rasa dilema dalam diri setiap orang ketika dimintai pendapat tentang kaki lima. Satu sisi keberadaan mereka mengganggu pengguna jalan, namun disis lain keberadaan mereka yang ada di pinggir-pinggir jalan juga memudahkan pencari barang. Pembeli tidak perlu memarkinkan kendaraan  dan memasuki area pasar atau pertokoan. Mereka juga bisa langsung pergi sesudah membeli barang.
Adakah usaha yang ilakukan pemerintah dalam mengatasi masalah pedangang kaki lima? Kalau masih ada kenapa mereka masih banyak? memang seperti apa usaha pemerintah yang dilaukan? Itulah sejumlah pertanyaan yang mungkin muncul di benak beberapa orang ketika merasa terganggu dengan keberadaan si kaki lima.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, tentu kita dapat mendefinisikan secara umum tentang kaki lima. Kenapa mereka disebut pedagang kaki lima? Ini karena mereka kalau ada razia dari satpol PP larinya kenceng banget , seperti memiliki kaki 5 buah. Begitulah kurang lebihnya. Tentang bagaimana usaha pemerintah, mungkin realnya sudah banyak yang tahu, terlebih kegiatan ini sering ada di berita-berita. Biasanya beritanya berjudul “penertiban pedangang kaki lima” gitu lah.
Memang judulnya penertiban tapi kan kenyataanya pengusiran. Sungguh wagu (bahasa jawa) katanya ditertibkan kok diusir, apakah dengan diusir bisa menjadi tertib? Enggak juga tu kayaknya ya, mereka tetep aja mbalik lagi tu kayaknya. Solusi lain yang lebih keren adalah dengan merelokasi sejumlah pedagang kaki lima. Namanya juga relokasi ya dipindahkan gitu lah ceritanya. Pernahkah kalian mengunjungi tempat-tempat relokasi pedagang kaki lima? Saya pernah, dan menurut saya tempatnya sepi nggak begitu rame. Jumlah pembelinya pun sepertinya lebih banyak di tempat sebelum relokasi.
Kenapa bisa demikian? Ya  itu karena sepertidi bilang di atas, pembeli memilih menghampiri kakilima karena mereka tidak mau ribet masuk- masuk ke area pertokoan atau pasar. Ini berarti ada dua pihak yang tidak tertib dalam kasus ini. Pihak pertama tentu yang sudah umum dijadikan terdakwa yaitu pedagang kaki lima. Dikatakan tidak tertib karena mereka berjualan diarea yang bukan sama sekali tempat berjualan. Mereka memaksakan diri berjualan di bahu-bahu jalan yang notabenya digunakan oleh pejalan kaki atu kendaraan. Aktivitas penjualan yang mereka lakukan tak jarang membuat pejalan kaki terganggu dan juga menimbulkan kemacetan yang parah.
Pihak kedua yang menjadi terdakwa adalah si pembeli. Dikatakan melanggar, karena pembeli juga melakukan pembelian di tempat-tempat yang jelas-jelas di larang untuk aktivitas jual beli. Jadi bisa dikatakan selain tiak tertib mereka juga ngeyel beli disitu. Sebagai penjual pedagang kaki lima tentu berusaha mencari banyak pembeli meskipun resikonya kena razia satpol PP.
Seperti disebutkan di atas, saat ini sudah ada banyak cara yang dilakukan untuk mengatasi pedagang kaki lima. Namun demikian sayangnya belum ada cara untuk mengatasi si pembeli atau pelanggan dari si Kaki lima. Seharusnya karena dua-duanya tidak tertib, maka dua-duanya juga dirazia dong. Coba kalau setiap pembeli dagangan kaki lima di razia gitu, tentu akan menimbulkan efek jera bagi mereka. Terlebih kalau ada hukuman atau dendanya gitu. dampaknya setelah pembeli ini dirazia, dihukum, didenda akan berkurang bahkan tidak akan ada lagi pembeli yang embeli di si kaki lima. Kalau tidak lagi ada pembeli tentu dengan sadar si kaki lima akan memindahkan diri ke tempat yang semestinya. Demikian, Terima Kasih 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar